Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan persiapan lahirnya pertukaran karbon di Indonesia. Saat ini mereka masih dalam tahap menyiapkan aturan pertukaran.
Sedangkan Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyediakan infrastruktur dan teknologi pertukaran karbon. Kemudian pertukaran ini akan diluncurkan pada tahun 2024.
“Harus terkoneksi secara nasional,” kata Kepala Departemen Perizinan Pasar Modal OJK, Luthfy Zain Fuady saat berdiskusi di Balikpapan, Kalimantan Timur menjelang akhir pekan lalu.
Sesuai dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), implementasi pertukaran karbon akan dilaksanakan oleh BEI. Sementara OJK akan mengatur perdagangan.
“Ini seperti SUN yang diperdagangkan Kementerian Keuangan tapi aturan perdagangannya ada di OJK,” ujar Luthfi.
Sebelumnya, OJK menyebut carbon exchange dijadwalkan diluncurkan pada 2024. Omnibus law sektor keuangan atau Undang-Undang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan yang disahkan pekan lalu mengamanatkan OJK mengawasi pelaksanaan carbon exchange.
Namun, OJK belum memutuskan model stok karbon mana yang akan digunakan nantinya. Alasannya, ada dua pilihan. Pertama, bursa karbon yang melekat pada Bursa Efek Indonesia (BEI), kedua, dibentuk bursa khusus untuk jual beli sekuritas berbasis karbon.
Ketua Dewan Komisioner OJK itu mengatakan, sebagian besar negara yang sudah menerapkan memang sudah menggunakan model kedua. Hal ini agar pengembangan carbon exchange dapat lebih terarah.
“Kembali ke kebijakan pemerintah, kami hanya memberikan opsi,” kata Mahendra dalam Rapat Kerja Nasional Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di Jakarta, Rabu (21/12).