liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Fraksi PPP Paparkan Lima Risiko APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat

Fraksi PPP Paparkan Lima Risiko APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat

2 minutes, 21 seconds Read

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI meminta pemerintah meningkatkan daya tawar dalam mencari solusi penyelesaian utang proyek kereta api cepat dengan kreditor China. Sebab, solusi berupa penjaminan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai mengandung lima risiko utama.

Sebelumnya, kreditor China meminta pemerintah Indonesia untuk menggunakan APBN sebagai jaminan tambahan utang sebesar Rp 8,3 triliun dan meminta konsesi diperpanjang hingga 80 tahun dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

“Fraksi PPP meminta pemerintah meningkatkan daya tawar dengan kreditur China dalam mencari jalan keluar dari utang mobil cepat,” kata Sekretaris PPP DPR RI Achmad Baidowi, dalam keterangan resmi, Senin (17/4).

Dia mengatakan, masih banyak opsi berisiko rendah yang tidak menekan keuangan negara, terutama ketika risiko gagal bayar tinggi.

“Penggunaan jaminan APBN dan perpanjangan konsesi memiliki beberapa risiko terhadap keuangan negara,” ujarnya.

Menurut Awiek, penjaminan melalui APBN relatif berisiko tinggi karena lima faktor utama. Pertama, kenaikan biaya konstruksi disebabkan perencanaan proyek yang belum matang. Karena itu, lanjutnya, akan ada kenaikan biaya bunga, biaya tenaga kerja, dan biaya pembebasan lahan selama pelaksanaan proyek.

“Kondisi ini harus tercermin saat uji kelayakan proyek. Kesalahan perencanaan tidak hanya ditanggung BUMN dan pemerintah Indonesia,” katanya.

Risiko kedua, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memiliki payback period yang relatif lama secara finansial. Menurut dia, beban APBN tidak hanya pada saat proses pembangunan, tetapi juga pada saat resmi beroperasi. Biaya operator juga menjadi tanggung jawab APBN. Apalagi, dengan adanya permintaan konsesi 80 tahun berarti akan menjadi tanggung jawab APBN jangka panjang.

“Kami meminta pemerintah memperhatikan skenario debt trap dimana proyek-proyek yang membebani BUMN dan APBN sengaja dibuat skenario tertentu oleh kreditur agar pengelolaan aset strategis negara dialihkan ke tangan asing,” ujarnya. dikatakan.

Poin ketiga, penjaminan utang dengan skema APBN bukanlah solusi ideal saat ini, dimana APBN mengejar target wajib defisit untuk kembali di bawah 3% sebelum tahun 2024.

“Ruang fiskal jelas akan lebih ditekankan jika utang Mobil Ekspres Jakarta-Bandung dijamin oleh APBN, meski bentuk penjaminan ini tetap menimbulkan risiko bagi APBN yang terlibat dalam pembayaran cicilan bunga dan pokok jika tinggi. – konsorsium kereta api cepat kesulitan membayar utangnya,” katanya.

Keempat, proyek kereta api berkecepatan tinggi awalnya adalah urusan bisnis. Oleh karena itu, jika terjadi masalah kelebihan biaya dalam prosesnya, maka diselesaikan dengan mekanisme bisnis. “Tidak melibatkan APBN yang kebetulan merupakan hasil pemungutan pajak masyarakat,” ujarnya.

Kelima, adanya kesenjangan antara target calon penumpang dengan skema penjaminan APBN. Alasannya, kata Awiek, calon penumpang kereta cepat itu adalah golongan menengah ke atas yang tidak masuk dalam target subsidi APBN.

“Sebagai informasi, rencana harga tiket KA Cepat sekitar Rp 125.000 untuk rute terdekat dan Rp 250.000 untuk rute terjauh,” ujarnya.

Berdasarkan hal itu, dia mengatakan skema penjaminan APBN tidak tepat jika mengacu pada hal tersebut.

“Dengan berbagai risiko yang timbul dari skema penjaminan APBN, sebaiknya Pemerintah menawarkan penjaminan melalui aset Kereta Cepat atau isolasi risiko di PT PII. Masih banyak opsi berisiko rendah yang tidak menekan keuangan negara, apalagi ketika risiko gagal bayar tinggi,” ujarnya.

Similar Posts