Presiden Joko Widodo secara resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada Senin (2/1). Undang-undang ini akan mulai berlaku pada tahun 2026 atau tiga tahun setelah diundangkan.
KUHP disahkan oleh Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 6 Desember. Pada butir b UU No 1 KUHP ini akan menggantikan aturan lama yang merupakan warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
“Hukum pidana harus disesuaikan dengan politik hukum, kondisi, dan perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” bunyi butir b KUHP yang baru ditulis, Senin (2/1).
Huruf c peraturan tersebut menyatakan bahwa hukum pidana nasional harus mengatur keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan perseorangan. KUHP juga harus mengatur keseimbangan antara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap mental, serta antara kepastian hukum dan keadilan.
“Dan antara hak asasi manusia dan kewajiban,” bunyi butir c.
Namun, KUHP telah menimbulkan pro dan kontra sejak pembahasan itu. Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat menekankan kemungkinan pengurangan hukuman bagi pelaku korupsi.
Hal lain yang menjadi perhatian masyarakat adalah pasal 412 yang mengatur tentang kohabitasi atau kohabitasi. Ketua LBH Muhammad Isnur mengatakan, pemerintah dan DPR bertindak terlalu jauh karena menguasai hal-hal yang menjadi norma moral dari sudut pandang hukum pidana.
Padahal, hukum pidana ini menjadi fokus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB khawatir beberapa pasal bertentangan dengan kewajiban hukum internasional terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dan berpotensi melanggar kebebasan pers.
Hal lain yang membuat mereka khawatir adalah potensi KUHP yang baru untuk mendiskriminasi perempuan, anak perempuan, pelacur anak dan minoritas seksual. Mereka juga khawatir beberapa pasal akan mempengaruhi hak kesehatan seksual, hak privasi, hingga memperburuk kekerasan berbasis gender.
Juru bicara Tim Sosialisasi KUHP Albert Aries mengatakan kehadiran pasal 412 dalam KUHP baru merupakan bentuk penghormatan bangsa terhadap nilai-nilai perkawinan yang hidup dalam masyarakat. Selain itu, KUHP yang baru juga tidak mewajibkan mereka yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya.
Aries juga menolak kekhawatiran PBB bahwa KUHP tidak mengikuti hak asasi manusia. Ia mengatakan, payung hukum pidana didirikan dengan menjunjung tinggi kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme.
“Menyampaikan kritik bukan tindak pidana karena merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik,” kata Aries pada 8 Desember lalu.