Kementerian Kesehatan meminta para dokter dan seluruh tenaga kesehatan untuk tidak meninggalkan pelayanan bagi pasien. Hal itu terkait dengan seruan aksi damai terkait penolakan pembahasan RUU Kesehatan dari lima organisasi profesi di bidang kesehatan.
Lima organisasi profesi dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan menyuarakan pendapat adalah hal yang wajar. Namun, menurut dia, keikutsertaan tenaga kesehatan dalam aksi unjuk rasa pada Senin (8/5) yang juga dibarengi dengan rencana aksi mogok besar-besaran untuk melayani pasien dalam beberapa hari ke depan bisa mengorbankan kepentingan masyarakat luas.
“Pelayanan pasien harus diutamakan. Mari rekan-rekan mengingat sumpah kita: Saya akan mendedikasikan hidup saya untuk kepentingan kemanusiaan, dan saya akan selalu mengutamakan kesehatan pasien,” kata Syahril dalam siaran pers, Minggu (7/5).
Kementerian Kesehatan meminta kepada dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit dan unit pelayanan Kementerian Kesehatan untuk tidak meninggalkan tugasnya memberikan pelayanan pada jam kerja tanpa alasan yang sah dan izin dari kepala unit kerja. Hal ini menurutnya sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan ketentuan lain yang berlaku pada setiap fasilitas pelayanan kesehatan.
Syahril juga menilai klaim pengunjuk rasa terkait RUU Kesehatan yang dinilai berpotensi memicu kejahatan terhadap dokter dan tenaga kesehatan tidak berdasar. “Jangan memprovokasi seolah-olah ada potensi kejahatan. Itu tidak benar. Justru RUU Kesehatan ini menambah perlindungan baru termasuk dari upaya para koruptor,” kata Syahril.
RUU Kesehatan saat ini sedang dalam tahap pembahasan antara DPR RI dan pemerintah. Melalui RUU ini, pemerintah mengusulkan perlindungan hukum tambahan bagi dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Klausul perlindungan hukum dimaksudkan agar jika terjadi sengketa hukum, tenaga kesehatan tidak berhadapan langsung dengan aparat penegak hukum sebelum ada penyelesaian di luar pengadilan termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” ujar Syahril.
Menurut Syahril, ada beberapa pasal baru terkait perlindungan hukum yang diajukan pemerintah seperti perlindungan hukum bagi mahasiswa, hak penghentian layanan jika terjadi kekerasan, serta perlindungan hukum dalam keadaan tertentu seperti wabah penyakit.