Para ahli di bidang energi dan sumber daya menilai, kebijakan pemerintah membuka jalur ekspor pasir laut bisa menguntungkan Singapura yang memiliki beberapa proyek perluasan lahan atau reklamasi.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah membuka kembali jalur ekspor pasir laut setelah kebijakan pelarangan selama 20 tahun terakhir.
Seperti kita ketahui, hampir 25% pembangunan kawasan Singapura berasal dari pasir Indonesia, yaitu pasir laut, kata Direktur Eksekutif Pusat Energi dan Sumber Daya Indonesia atau CERI Yusri Usman dalam siaran streaming CNBC Indonesia, dikutip Rabu (31/ 10). 5).
Yusri mengatakan, sebelum menerapkan kebijakan ekspor pasir laut, pemerintah harus melakukan kajian terlebih dahulu agar tidak merusak ekosistem laut.
“Kemudian, yang terpenting dalam implementasinya nanti adalah tidak bertentangan dengan Perda Zonasi Pesisir dan Pulau,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk menghindari dampak negatif bagi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang mencari nafkah. Selain itu, dia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan agar lebih transparan jika kebijakan itu tetap diterapkan.
“Harus transparan, misalnya dalam proses penentuan lokasi yang bisa diambil pasir lautnya,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah juga perlu memberlakukan pembatasan atau sanksi terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
“Jika kebijakan itu diterapkan, pemerintah perlu menindak pelanggaran yang terjadi. Karena jika ekspor pasir ini tidak diawasi maka akan merusak ekosistem laut di Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan tidak mendukung kebijakan ekspor pasir laut. Menurutnya, kegiatan tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan pesisir. Salah satunya seperti spesies laut yang lambat laun punah.
“Pengikis pasir saat menyedot pasir tidak berpihak pada kepentingan lingkungan, dan siapa yang menjamin masyarakat akan mendapat kompensasi pendapatan akibat perbuatan itu?” dia berkata.
Kebijakan ekspor laut ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah atau PP No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Namun, ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai ketentuan undang-undang.
Hal itu tertuang dalam Pasal 9 ayat Bab IV angka 2 huruf d, “Ekspor sepanjang memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang,” bunyi alinea tersebut.
Dalam PP No. 26 Tahun 2023 Pasal 10 menyebutkan pengusaha yang ingin mengekspor harus memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Artinya, penjualan pasir laut hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin usaha pertambangan untuk dijual dari Menteri Energi, Sumber Daya dan Pertambangan.
Selain itu, dalam Pasal 10, izin pemanfaatan pasir laut juga dapat diperoleh dari gubernur sesuai kewenangannya setelah melalui kajian dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, pelaku usaha yang mengajukan izin harus terlibat dalam pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimen di laut.
Sebagai informasi, terbitnya PP No. 26 Tahun 2023 juga membatalkan Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam surat keputusan yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno pada 28 Februari 2003, atau saat pemerintahan dijabat oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tersebut dijelaskan alasan terkait larangan ekspor hasil laut, salah satunya untuk menghindari kerusakan lingkungan yang lebih luas.