Menkes Budi Gunadi Sadikin menanggapi ancaman mogok kerja lima Organisasi Profesi atau OP Kesehatan jika Uji Undang-Undang No. 36-2009 tentang Kesehatan disahkan. Budi mengatakan, dengar pendapat publik dalam penyusunan RUU Kesehatan sudah dua kali digelar.
Budi menjelaskan, RUU Kesehatan sebelumnya merupakan inisiatif DPR sebelum diambil alih oleh pemerintah. Menurutnya, DPR dan pemerintah telah melakukan dengar pendapat publik dalam penyusunan RUU Kesehatan.
Budi mengatakan, dengar pendapat pemerintah digelar pada Maret-April 2023 dan dihadiri puluhan ribu orang. Selain itu, Budi secara khusus kembali mengundang organisasi kesehatan pada Mei 2023.
“Masukan ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. Ada yang masuk dalam peraturan turunan. Saya kira dalam demokrasi wajar jika ada perbedaan pendapat,” kata Budi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/6). .
Budi menegaskan, RUU Kesehatan yang kini lolos pembahasan tingkat pertama di DPR fokus pada pengabdian kepada masyarakat. Budi percaya bahwa tenaga kesehatan memiliki mandat yang sama yaitu melayani kesehatan masyarakat.
“Jika revisi undang-undang ini disetujui, tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi mengatakan, mogok kerja merupakan opsi yang bisa diambil tenaga kesehatan. Namun, lima Organisasi Profesi Kesehatan sepakat untuk segera melaksanakan uji materi jika RUU Kesehatan disahkan.
Sebab, Adib melihat banyak substansi dalam RUU Kesehatan yang berpotensi melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional. Karena itu, RUU Kesehatan berpotensi merugikan masyarakat luas jika diabaikan.
“Kami berharap Presiden Joko Widodo tidak segera mengesahkan dan menandatangani RUU Kesehatan menjadi undang-undang dengan memperhatikan segala dinamika yang terjadi di masyarakat,” kata Adib dalam keterangan resminya, Senin (19/6).
Secara umum, ada dua argumen yang dikemukakan oleh lima Organisasi Profesi Kesehatan atau OP. Pertama, penyusunan RUU Kesehatan secara formal cacat.
Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia Paulus Januar Satyawan mengatakan, prosedur penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan sejak awal menimbulkan masalah hukum.
Beberapa masalah yang dimaksud adalah pelanggaran prinsip, kurangnya sinkronisasi dan koordinasi antara RUU Kesehatan dan naskah akademik, serta tidak adanya partisipasi masyarakat yang berarti.
Kedua, implementasi undang-undang yang ada belum maksimal. Bendahara Ikatan Bidan Indonesia Herdiawati mengatakan pengesahan RUU Kesehatan akan mengubah banyak konteks penting dalam kesehatan.
Oleh karena itu, masalah kesehatan saat ini dianggap hanya dapat diselesaikan dengan menegaskan pelaksanaan undang-undang kesehatan yang ada. “Saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak RUU Kesehatan ini bagi masyarakat,” ujar Ketua Umum Gabungan Apoteker Indonesia Noffendri.
Reporter: Andi M. Arief