Indonesia bertujuan untuk mengurangi jumlah siswa sekolah menengah atau pendek sebesar 14% pada tahun 2024. Pemerintah yakin pengurangan ini dapat tercapai jika efektivitas anggaran memenuhi target.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante S. Harbuwono mengatakan, salah satu langkah efektifitas anggaran yang dapat dilakukan adalah dengan membeli produk pangan protein hewani di seluruh Indonesia. Pasalnya, saat ini anggaran untuk membeli biskuit atau susu kotak tidak berpengaruh signifikan dalam mengatasi masalah stunting.
Dante menunjukkan bahwa stagnasi bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan dengan satu pendekatan. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menggunakan dua pendekatan utama. Pertama, pendekatan khusus yang mencakup nutrisi tambahan.
Sedangkan pendekatan kedua melalui pencegahan yang peka terhadap kondisi lokal seperti kemiskinan dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, Deputi Advokasi, Penggerak dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Tegus Santoso mengatakan, upaya menurunkan angka stunting untuk mencapai target 14% pada 2024 bukanlah tugas yang mudah. Apalagi, masih banyak tantangan yang perlu diatasi bersama.
“Penanganan masalah stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan seluruh pihak terkait,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip Senin (26/6).
Dalam upaya mengatasi masalah stunting, BKKBN juga telah merumuskan strategi dalam lima pilar. Pertama, komitmen berkelanjutan dari pemimpin. Pilar kedua adalah peningkatan literasi masyarakat. Pilar ketiga adalah konvergensi dan integrasi lintas sektor. Pilar keempat adalah pemenuhan gizi yang baik, dan terakhir penguatan sistem monitoring dan evaluasi sebagai pilar kelima.
“Penguatan lima pilar ini merupakan langkah penting dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. Dengan komitmen bersama berbagai pihak, diharapkan target penurunan angka stunting menjadi 14% pada 2024 dapat tercapai,” ujar Sukaryo.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, saat ini 50,3% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya dialokasikan untuk tumbuh kembang anak. Termasuk anggaran untuk program pencegahan stunting.
“Jadi kalau anggaran kita waktu itu (2022) sekitar Rp 10 triliun, berarti Rp 5 triliun untuk anak-anak,” katanya.
Pentingnya penggunaan anggaran yang terarah dan terukur juga tercermin dalam kebijakan Kota Surabaya. Dana yang dialokasikan untuk pencegahan stunting telah tercatat dalam rekening yang tidak dapat ditukar atau digunakan untuk kegiatan lain.
“Jadi misalnya anggaran yang kecil untuk suatu kegiatan mandek, tidak bisa digunakan untuk kegiatan lain,” ujar Eri.
Hal ini untuk memastikan bahwa setiap dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk upaya pencegahan dan pengendalian stunting sehingga tidak disalahgunakan atau dialihkan untuk kegiatan yang tidak terkait.
Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 21,6%. Namun, pemerintah telah berupaya untuk menurunkan angka stunting, dan pada tahun 2023 prevalensi stunting turun menjadi 17,8%.