Kebijakan pelarangan permanen Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor selama dua tahun berturut-turut akan dimulai tahun depan. Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan kepatuhan pemilik kendaraan dalam membayar pajak.
Pembaharuan STNK dilakukan setiap lima tahun sekali. Untuk kebijakan pembatasan terencana, kendaraan yang setelah masa berlaku habis namun tidak diperpanjang selama dua tahun berturut-turut akan dilakukan pembatasan.
“Kami di tim pembina Samsat nasional sepakat untuk segera melaksanakan hal ini agar administrasi pajak kendaraan bermotor tertib dan meningkatkan pendapatan daerah. Saya kira tahun 2023 efektif,” kata Dirjen Pengembangan Keuangan Daerah Kemendagri. Mendagri Agus Fatoni di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/12).
Adapun ketentuan pemblokiran STNK yang tidak membayar pajak sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut belum diberlakukan.
Ketentuan pemblokiran diatur dalam Pasal 74 UU. Ketentuannya ada dua, satu, kendaraan rusak parah dan tidak bisa digunakan lagi. Kedua, pemilik kendaraan tidak melakukan perpanjangan minimal dua tahun setelah masa berlaku STNK habis.
STNK yang sudah diblokir tidak dapat didaftarkan ulang dengan kata lain permanen. “Jadi diblokir dan tidak bisa diaktifkan lagi, hanya sebagai kenang-kenangan. Ada mobil tapi hanya dipajang di rumah, tidak bisa dibawa jalan. Kalau dua tahun tidak bayar, blokir, “ucap faton.
Menurutnya, nanti masyarakat tidak perlu heran karena pihak kepolisian dan tim Samsat sudah mulai gencar mensosialisasikan rencana kebijakan tersebut.
Langkah-langkah pembatasan yang ketat ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pajak Kendaraan Bermotor (MVT) menyumbang lebih dari separuh pendapatan daerah.
Karena itu, ia juga mengingatkan, kebijakan pembatasan tetap perlu dikoordinasikan dengan kebijakan di masing-masing daerah. Pemerintah daerah diminta mempertimbangkan penghapusan kebijakan penghapusan pajak kendaraan yang rutin diberikan setiap tahun. Menurut dia, hal itu tidak mendidik masyarakat untuk taat pajak.
“Kalau ini (whitewashing) dihilangkan dan dipertegas Pasal 74 UU LLAJ tentang pemblokiran, ini akan mendidik masyarakat untuk patuh membayar pajak,” ujar Fatoni.