Pemilu 2024 mendatang berpotensi kembali menggelar pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Hal itu sejalan dengan uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal tentang sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Belum lagi keputusan yang diambil, beredar kabar bahwa majelis hakim telah sepakat untuk memberikan judicial review dan mengembalikan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Dengan sistem tertutup, pemilih hanya perlu mencoblos partai politik dan tidak harus mencoblos caleg.
Kabar tersebut disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Melalui akun media sosial Twitternya, Denny mengaku mendapat bocoran bahwa Mahkamah Konstitusi telah memutus uji materil dengan putusan menerima uji materi perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Juru bicara MK Fajar Laksono membantah rumor tersebut. Ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi belum sampai pada tahap pengambilan keputusan. Mahkamah Konstitusi yang baru akan menerima kesimpulan dari pihak yang mengajukan uji materi dan termohon.
“Kami belum membahasnya,” kata Fajar saat dikonfirmasi, Senin (29/5).
Fajar menjelaskan, tahapan sidang pengujian sistem pemilu memang sudah selesai. Selanjutnya adalah penyerahan dokumen kesimpulan oleh masing-masing pihak, baik termohon maupun pemohon.
Berdasarkan sidang terakhir yang digelar pada Selasa (23/5), para pihak akan menyampaikan kesimpulannya kepada majelis hakim konstitusi paling lambat pada 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB. Setelah itu, kata Fajar, majelis hakim akan membahas dan mengambil keputusan terkait kasus tersebut.
“Bila putusan sudah siap, maka sidang pembacaan putusan akan dijadwalkan,” ujar Fajar lagi.
Beredar kabar bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengambil sikap soal sistem pemilu yang sedang dicermati. Sebelumnya, 8 dari 9 partai politik di parlemen menolak uji materi. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mendukung sistem pemilu tertutup ini.
Lalu bagaimana dengan opini publik tentang sistem pemilu tertutup?
Oposisi terhadap potensi penerapan kembali sistem pemilu tertutup tampaknya semakin berkembang di masyarakat sejak uji materil berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Menurut survei Curious dari Katadata Insight Center (KIC) yang dilakukan pada 27 April – 4 Mei 2023, sebanyak 49,5% responden menyatakan tidak setuju jika pemilu diselenggarakan dengan sistem tertutup.
Bila dirinci, angka tersebut merupakan gabungan dari responden yang menjawab sangat tidak setuju yaitu 17,4% dan responden yang tidak setuju sebanyak 32,1%. Sebaliknya, 41,6% responden setuju dengan sistem proporsional tertutup. Dengan perincian agak setuju 17,6%, setuju 15,7%, dan sangat setuju 8,3%. Sedangkan responden yang tidak menjawab berjumlah 9,0%.
Survei ini melibatkan 580 responden yang diwawancarai menggunakan metode Computer Assisted Web Interview (CAWI), dengan margin error survei +/- 3,79%, pada tingkat kepercayaan 95%.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih akan menentukan pilihannya dengan memilih partai politik di tempat pemungutan suara. Singkatnya, pemilih tidak memilih angka, tetapi untuk partai politik mereka. Sebaliknya, dalam sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih menentukan preferensi mereka dengan memilih langsung calon non-partai.