Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan telah terjadi penurunan sebaran partikel pencemar udara berbahaya yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau PM2.5 penyebab pencemaran udara dalam tiga tahun terakhir.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yusiono Supalal mengatakan, rata-rata konsentrasi PM2.5 pada tahun 2022 berada pada Nilai Ambang Batas (THB) sebesar 37,33 µgram/m3 atau termasuk dalam kategori sedang. Angka tersebut jauh di bawah NAB kategori baik sebesar 0-15,5 µgram/m3.
Hasil pengukuran diperoleh dari lima Stasiun Pengukuran Kualitas Udara (SPKU) yang terletak di Kecamatan Kelapa Gading, Jagakarsa, Kebon Jeruk, Cipayung dan Menteng. Toleransi NAB untuk konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada pada angka paling ketat yaitu 65 µgram/m3.
NAB PM2.5 di wilayah Jakarta pada tahun 2022 sedikit lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 39,18 pada tahun 2021. Skor ini lebih tinggi pada tahun 2020 dengan NAB sebesar 39,50 dan pernah mencapai 48,27 pada tahun 2019.
“Biasanya puncak terjadi pada musim panas. Siklus tahunan kondisi kering, lalu sirkulasi udara dan debu menambah polusi udara. Di mana-mana, tidak hanya di Jakarta,” kata Yusiono dalam diskusi daring bertajuk “Menjaga Kebijakan Udara Bersih Jakarta” pada Rabu (25/2). /2019). 1).
Melalui hasil inventarisasi emisi pencemaran udara yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, diketahui bahwa sumber pencemaran udara di Jakarta mayoritas berasal dari sektor transportasi atau kendaraan untuk Nitrogen Oksida (Nox), Karbon Monoksida (CO), Polutan PM2.5 dan PM10. “Ini harus dikontrol,” kata Yusiono.
Menurut laporan harian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Rabu, 25 Januari 2023. PM2.5 NAB di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat memiliki skor rata-rata sedang dengan puncak 33,20 µgram/m3 pada pukul 12.00.