Kementerian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai mendapatkan kepastian kenaikan biaya haji tahun depan. Dari hasil rapat bersama sepanjang hari itu, biaya penyelenggaraan haji yang ditanggung jamaah maksimal Rp 49,8 juta.
Angka tersebut merupakan penurunan dari usulan awal pemerintah sebesar Rp 69 juta per jemaah. Namun, angka terbaru masih belum sepenuhnya disepakati.
Itu poin maksimalnya, kata Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/2) seperti dilansir Kompas TV.
Dari penjelasan Kementerian Agama, angka tersebut terdiri dari Rp 32,7 juta untuk penerbangan dari embarkasi, Rp 3 juta untuk subsisten, dan Rp 14,8 juta untuk Masyair.
Namun, Kementerian Agama dan majelis belum menyepakati angka pasti Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Sebab, masih ada ruang untuk menurunkan komponen biaya.
“Terutama tiga hal yaitu akomodasi hotel, penggunaan, dan masyarakat,” kata Marwan.
Karenanya, Komisi VIII dan Kementerian Agama akan kembali berkonsultasi pada Rabu (14/2) untuk menyimpulkan dan menetapkan biaya haji tahun 2023.
Pertemuan itu sendiri berlangsung lama dan sulit karena ada beberapa biaya yang menurut dewan bisa diturunkan. Sejumlah anggota Komisi VIII mempertanyakan biaya pelayanan publik di Arab Saudi dan prosesi penyelenggaraan ibadah di Indonesia.
Namun, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief mengatakan, beberapa komponen sudah tidak bisa digoyahkan lagi. Salah satunya soal penerbitan paspor dan kerja lembur bagi petugas paspor senilai lebih dari Rp 5 miliar.
“Karena mereka bekerja 24 jam sehari dan di akhir pekan juga,” ujar Hilman di sela-sela pertemuan.
Demikian juga komponen biaya penerbangan tidak dapat dikurangi secara signifikan oleh Garuda Indonesia. Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra menjelaskan hal itu karena ada hal yang tidak bisa digoyahkan, yakni harga avtur, kurs, dan biaya sewa pesawat.
“Kami turun Rp 212 ribu itu margin 2,5% (keuntungan),” kata Irfan di acara yang sama.