Ikatan Dokter Indonesia atau IDI meluruskan kesalahpahaman tentang penggunaan rokok elektrik atau vaping. Bahaya vaping setara dengan rokok konvensional yang juga menyebabkan kecanduan.
Pulmonolog dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Erlina Burhan mengatakan, rokok elektrik menggunakan alat untuk menghindari proses pembakaran daun tembakau. Sebaliknya, rokok elektrik menggunakan cairan atau uap yang dihirup perokok ke dalam paru-parunya.
Berdasarkan data IDI, pengguna rokok elektrik di Indonesia telah mencapai 2,2 juta pada Juli 2022. “Data tersebut kemungkinan akan bertambah saat ini,” ujarnya dalam jumpa pers virtual, Sabtu (4/1).
Erline mengatakan rokok elektrik mengandung zat berbahaya seperti nikotin, logam, dan aldehida. Kandungan zat berbahaya pada rokok elektrik memang lebih rendah. Inilah yang membingungkan banyak orang.
“Karena lebih rendah, orang mengkonsumsi lebih banyak. Bahkan dengan menghirup 30 kali rokok elektrik bisa mencapai kadar nikotin 1 mg yang sama dengan yang diberikan oleh rokok konvensional,” katanya.
Oleh karena itu, rokok elektrik juga bisa berbahaya dan menyebabkan gangguan pernafasan, kanker, menurunkan kesuburan atau kemandulan.
Apakah Perokok Pasif Lebih Aman?
Katanya, rokok elektrik juga bisa menyebabkan kecanduan. Awalnya, rokok elektrik diciptakan untuk peralihan antara seseorang yang berhenti merokok.
“Namun yang sering terjadi adalah masyarakat kecanduan keduanya, baik vaping maupun rokok biasa,” ujarnya.
Erline juga membantah klaim produsen vape yang menyatakan rokok elektrik lebih aman dari rokok biasa karena tidak mengeluarkan asap. Menurutnya, rokok elektrik masih mengeluarkan uap. Uap ini berbahaya bagi perokok pasif.
“Rokok elektrik belum bisa dikatakan aman. Disarankan tidak digunakan sampai terbukti aman,” ujarnya.